Cari Blog Ini

Minggu, 16 Mei 2010

Wanita Penghuni Dua Surga

Dulu, saat masih kuliah S.1 di Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo ia pernah ditawarkan dengan seorang mahasiswi oleh temannya yang telah menikah. Tapi saat itu ia menolak tawaran tersebut. Obsesinya untuk menyelesaikan S.2 lebih kuat mengalahkan keinginan untuk menikah. Namun kini, ia merasa dirinya harus segera menyempurnakan separuh agamanya. Ia membutuhkan seorang pendamping yang menjadi tempatnya berlabuh dan menumpahkan berbagai cerita dan gelisah jiwanya. Apalagi desakan dari Ibunya membuatnya tidak lagi bisa berdiam diri.

Ia sendiri heran, kenapa dorongan untuk menikah serasa kuat menyesak di rongga dadanya. Apakah saatnya telah tiba? Ia mencoba untuk banyak berpuasa, tapi puasa itu seakan tak mampu menundukkan gejolak itu. Berat. Hampir setiap malam ia menangis. Mengadukan perasaannya pada Sang Pencipta. Menumpahkan segala sesak di dada. Ia berdoa dalam tahajudnya yang panjang. Mengharap belas kasih dan curahan rahmat dari Sang Pemilik Jiwa.


"Selamat ya Fuad atas prestasi yang kamu raih dalam lomba Jaizah Dubes kemaren. Kapan jadi berangkat ke Australia?" Sapa Ustadz Jalal pada Fuad ketika Fuad berkunjung ke rumahnya.
"Insya Allah tanggal 14 Juli nanti, Ustadz."
"Insya Allah, semoga urusannya lancar dan perjalanan kamu diberkahi Allah."
"Amin, syukran doanya Ustadz."
"Sama-sama akhi. Apa kesibukan kamu sekarang?"
"Fokus merampungkan Tesis S.2. Saya punya target tahun depan sudah bisa di-munaqasyahkan, insya Allah."
"Insya Allah, akhi. Saya kagum dengan semangat dan kegigihanmu menuntut ilmu. Dalam usia yang masih muda, kamu akan menyelesaikan S.2-mu."
"Biasa saja Ustadz. Belum sepadan dengan prestasi yang pernah Ustadz raih," balas Fuad penuh senyum.

"Kamu terlalu merendah Akhi, saya senang bisa mengenalmu. Jarang lho di Al-Azhar ada mahasiswa yang bisa menyelesaikan S.2-nya pada usia 26 tahun."
"Seharusnya saya yang merasa senang bisa berkenalan dengan kandidat Doktor Jurusan Tafsir di Universitas Al-Azhar," jawab Fuad tak mau kalah.
"Ah, kamu terlalu berlebihan memuji saya akhi. Begini Akhi, mungkin lansung saja ya pada inti pembicaraan. Saya diberi amanah oleh kakak saya di Indonesia untuk mencarikan calon suami untuk anaknya. Selama ini saya mengamati mahasiswa-mahasiswa yang saya kenal termasuk akhi. Setelah saya coba pikirkan dan bicarakan dengan istri saya, saya melihat akhi orang yang tepat."
"Afwan Ustadz, saya kira Ustadz keliru dan terlalu berlebihan menilai saya. Saya hanya orang yang biasa saja."

"Tidak Akhi. Penilaian ini bukan asal-asalan. Tapi setelah sekian lama saya mengamati kehidupan Akhi. Kalau akhi berminat dan telah punya keinginan untuk menikah, kita bisa bicarakan lebih lanjut."
"Apakah calon yang wanitanya di Indonesia Ustadz?"
"Tidak, dia kuliah di Jurusan Syariah Islamiyah, tingkat tiga."
"Apa saya mengenalnya Ustadz?"
"Mungkin tidak. Sangat beda dengan akhi, kalau akhi seorang aktivis dia sebaliknya. Tidak banyak yang mengenalnya."
"Apa dia sendiri telah siap menikah Ustadz?"
"Insya Allah, kalau dia gak ada masalah. Ia selalu menuruti keinginan orang tuanya. Dia anak yang penurut. Kalau akhi bagaimana, apa sudah punya calon?"
"Belum Ustadz."
"Berarti pas sekali," tanggap Ustadz Jalal penuh riang dan menunjukkan wajah cerah.
"Tapi Ustadz, saya butuh waktu untuk mencerna dan mempertimbangkannya. Saya belum bisa memberi jawaban sekarang. Saya butuh waktu seminggu untuk memberi jawaban pada Ustadz."
"Tidak mengapa akhi. Saya bisa maklum. Silahkan ditimbang dulu dengan matang. Jika akhi menyetujui saya sangat senang sekali. Namun bila sebaliknya, tidak mengapa, saya akan mencoba menawarkan pada yang lain."
"Insya Allah Ustadz, akan saya istikharahkan pada Allah, semoga Allah menunjukkan yang terbaik, amin."
"Amin."



"Alhamdulillah, akhirnya amanah ini tersampaikan juga. Saya sangat senang sekali. Selamat Fuad kamu akan menikah sebentar lagi."
"Doanya Ustadz, semoga saya bisa mengemban amanah ini dengan baik."
"Amin, semoga Allah selalu memberkahi kalian nantinya, amin. Fuad, ada satu hal yang sangat penting untuk kamu ketahui, calon istrimu itu cacat."

Fuad sangat terkejut.
"Cacat maksud Ustadz bagaimana?"
"Cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua tangan dan kedua kaki. Terkadang sering berbicara sendiri dan juga sering menangis tanpa sebab. Bagaimana, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?"
Fuad diam sejenak. Ia terlihat memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian ia menjawab.

"Insya Allah, saya siap Ustadz," jawabnya dengan mantap.
"Ini keputusanmu?"
"Ini bukan keputusan saya Ustadz, tapi keputusan Allah. Saya telah meng-istikharahkan dan saya rasakan hati saya mantap dan teguh dengan pilihan ini. Saya yakin Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk saya."

"Apa kamu tidak menyesal dengan pilihan yang telah kamu ambil?"
"Tidak Ustadz, sama sekali tidak. Bagi saya, pilihan Allah lebih baik dan mulia. Walau secara zahir itu berat dan mungkin menyakitkan, tapi saya rela dan ikhlas. Insya Allah ada pahala dan kebaikan disana menanti. Saya teringat ketika Nabi Ibrahim harus dilemparkan ke dalam api, saat itu beliau tidak gusar dan tidak takut sedikitpun, karena Allah selalu bersama hamba-Nya yang berserah pada-Nya. Atau ketika Nabi Ibrahim harus meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir yang tandus demi memenuhi seruan Allah."

"Saya kagum dan bangga padamu Fuad. Sebenarnya sejak awal saya ingin menceritakan padamu kondisi calonmu itu. Tapi, saat itu saya lupa untuk menyampaikannya. Maafkan atas kealpaan saya tersebut."
"Tidak mengapa Ustadz, semuanya sudah terjadi, dan sebagai seorang hamba Allah kita wajib menerima kehendak takdir. Barangkali dalam takdir Allah saya harus menikah dengan seorang wanita yang cacat. Saya ikhlas Ustadz. Mungkin disana pula sumber pahala saya dari Allah. Berkhidmah pada hamba-Nya yang cacat."

"Tapi apakah akhi tidak mencoba mencari wanita lain yang lebih baik dan sempurna?"
"Sebenarnya pada saat Ustdaz menawarkan anak dari kakak Ustadz pada saya, dua hari sebelumnya saya juga ditawarlan oleh teman saya, bahwa teman istrinya juga lagi mencari calon suami. Dan sebelumnya juga ada tawaran. Karena itu saya meminta pada Ustadz agar memberi saya waktu satu minggu untuk istikharah. Karena ada tiga wanita yang akan saya istikharahkan. Saya perlu waktu yang lama untuk memikirkan dan memutuskan dengan matang."

"O begitu, saya baru paham. Kekuatan apa lagi yang menguatkan langkahmu untuk menjatuhkan pilihan pada anak kakak saya tersebut?"
"Istikharah dan mimpi kedua orang tua saya Ustadz. Kami mengalami mimpi yang sama dan merasakan ketentraman serta kemantapan hati yang sama."
"Saya kagum padamu akhi, saya merasa tidak salah memilih dan menilai selama ini. Akhi adalah orang yang tepat. Semoga Allah merahmati hidupmu dan keluarga yang akan akhi bina nantinya, amin," ucap Ustadz Jalal dengan wajah berbinar-binar.


Satu minggu berlalu setelah pernikahan, Fuad menemui Ustadz Jalal Fakhruddin di rumahnya, di Bawwabah Tiga.

"Bagaimana kabarnya Fuad? Kamu terlihat sangat cerah dan lebih segar sekarang."
"Alhamdulillah Ustadz. Segala puji bagi Allah atas nikmat yang Ia curahkan."

"Ada yang ingin saya tanyakan tentang cerita Ustadz kemaren. Ustadz mengatakan bahwa istri saya cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua kaki dan tangan. Sering berbicara sendiri dan kadang suka menangis tanpa sebab. Saya telah mengetahui dua jawaban yang terakhir. Saya menyadari bahwa istri saya memang sering terlihat seolah berbicara sendiri. Awalnya saya heran. Tapi setelah saya tanyakan dan mendengar dari dekat, ia tengah berzikir, menyebut nama Allah, terkadang bershalawat pada Rasulullah, dan membaca al-Quran. Saya perhatikan ia melakukannya setiap hari, setiap waktu, tanpa henti. Sewaktu menyapu rumah, mencuci piring, menjemur pakaian, memasak, lisannya seolah tak pernah berhenti berzikir. Begitu juga saat bepergian ke luar rumah. Adapun yang Ustadz katakan, bahwa ia terkadang sering menangis tanpa sebab, saya hampir mendapati itu tiap hari juga. Ketika saya tanyakan, ia menjawab bahwa ia teringat akan dosa-dosanya pada Allah, takut jika amalnya tidak diterima, teringat azab dalam kubur, mahsyar, hari penghisaban, shirat dan siksa neraka. Jika teringat akan hal itu air matanya sering meleleh. Itulah yang saya ketahui. Sedangkan cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua tangan serta kaki itu, saya tidak mendapatkan. Saya perhatikan semuanya baik dan sehat."

"Akhi Fuad, alhamdulillah akhi telah menemukan jawabannya. Sedangkan maksud saya cacat pendengaran adalah, telinganya tidak pernah mendengarkan perkataan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Tidak pernah mendengarkan musik dan segala lagu-lagu yang merusak iman dan jiwa. Sesungguhnya yang selalu menjadi penghibur dirinya adalah al-Quran dan nasehat-nasehat para ulama. Cacat penglihatan adalah tidak pernah melihat pada yang haram, seperti menonton film yang di dalamnya syahwat diumbar, bisa saya katakan, matanya selalu terjaga dari melihat segala hal yang mengudang dosa dan maksiat. Dan cacat lisan adalah ia tidak pernah berinteraksi dengan laki-laki, baik melalui sms, telpon, chating di YM, di FB dan seterusnya. Ia sangat menjaga hubungan dengan lawan jenis. Lisannya terjaga dari komunikasi dengan lawan jenis. Adapun cacat tangan adalah tidak pernah berbuat yang nista dan tercela. Sedangkan cacat kaki adalah selalu terjaga dari menempuh tempat-tempat maksiat. Selama di Mesir kakinya hanya melangkah untuk ke mesjid, majlis-majlis ilmu, bersilaturahmi, tidak pernah pergi ke warnet, mengikuti acara-acara yang di dalamnya bercampur laki-laki dan perempuan. Begitulah akhi, penjelasan singkatnya. Nanti setelah hidup lebih lama dengannya akhi akan banyak mengetahui tentang dirinya."

"Saya bersyukur Ustadz, inilah rupanya rahasia di balik petuntuk yang Allah berikan, dan hasil dari istikharah saya selama ini dan juga mimpi saya. Saya melihat dalam mimpi sebuah cahaya yang begitu terang, meneduhkan, menyejukkan, dan beraroma harum seperti kasturi."

Air mata Fuad menetes penuh bahagia, ia lalu bersujud syukur. Ia telah dikaruniai seorang wanita sorga yang dihadirkan Allah ke bumi. Wanita yang selalu menjadi buah bibir penduduk langit karena ketaatannya. Ia teringat dengan hadits Rasulullah. Walau di bumi istrinya tidak dikenal banyak orang tapi di langit, ia yakin istrinya selalu disebut dan didoakan oleh para malaikat.

sumber : Catatan Yusuf Mansur Network

Jumat, 14 Mei 2010

Doa Taubat

Astaghfirullaahal’azhiimi.
Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wain lam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriina. Rabbana aghfirlanaa dzunuubanaa wa kaffir’annaa sayyiaatinaa wa tawaffanaa ma,al abraari. Laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minadhdhaalimiina.
Allahummaghfirlii dzanbii kullahu diqqahu wa jillahu wa awwalahu wa aakhirahu wa’alaa niyatahu wa sirrahu.
Allahumma inni zhallamtu nafsii zhulman katsiiran kabiiran.Walaa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfirlii maghfiratan min ‘indika warhamnii innaka antal ghafuurur rahiimu.

Artinya:
“Aku memohon ampun atas segala dosaku kepada Allah Yang Maha Agung. Ya Tuhan Kami, kami terlanjur berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihi kami, pastillah kami ini tergolong orang yang rugi. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, serta wafatkanlah kami bersama orang-orang yang baik. Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang zhalim. Ya Allah, ampunilah dosaku semuannya, baik yang halus maupun yang kasar, yang terdahulu dan yang kemudian, yang nyata dan yang tersembunyi. Ya Allah, aku telah menganiaya diriku sendiri dengan aniaya yang banyak lagi besar, padahal tak ada yang dapat mengampuni dosaku selain Engkau, karena itu ampunilah segala dosaku dengan ampunan dari hadirat-Mu dan kasihanilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Sabtu, 01 Mei 2010

Sabar dan Doa

Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 200:

ya aiyuhalladziina aamanushbiru wa shaabiru waraabithu wattaqullaaha la’allakum tuflihun

Keutamaan Sabar

….yaa aiyuhalladziina aamanu, ishbiru… wahai orang yang beriman, sabarlah! Kalau mau beriman yang benar, kita harus banyak bersabar atas kondisi yang kita hadapi. Misalnya, sabar atas keterlambatan kawin bagi anak muda, kekurangan uang, kemandegan usaha, bahkan kerugian. Sabar! Bersabarlah dalam menghadapi musibah, malapetaka, dan sebagainya. Sabarlah kamu dengan kondisi kamu. ..washabiru…. dan tetaplah bersabar.

Ada perbedaan antara ..ishbiru… (sabar menghadapi dorongan dari dalam diri kita, atau sabar ke dalam) dengan …shabiru… (sabar menghadapi kondisi di luar diri kita, atau sabar ke luar). Contoh sabar ke dalam adalah sabarnya orang yang belum bisa kawin karena pinangannya ditolak. Contoh sabar ke luar adalah kesabaran seseorang atas berbagai tekanan dan pengaruh dari luar. Jadi, keinginan dari dalam jiwa Anda untuk berbuat maksiat harus dihadapi dengan ishbiru. Sedangkan arus yang datang dari luar yang menghancurkan Anda harus dihadapi dengan shabiru. Jadi, sabar yang diperintahkan Allah memiliki dua dimensi.

Allah melanjutkan, ..waraabithu… artinya konsisten (tetap), atau sering kita sebut istiqamah. Tapi sebenarnya istiqamah itu bukan konsisten. Sekarang apapun istiqamah, seperti masya Allah dan subhanallah. Masya Allah, subhanallah bukan kalimat yang diucapkan sembarangan. Di televisi kita sering lihat apapun masya Allah, sedikit-sedikit subhanallah yang tidak pada tempatnya. Kita sebut saja di sini istiqamah, atau mungkin lebih tepat disebut mudawwamah saja, yaitu tetap pada posisinya. Kalau sudah datang ke pengajian datanglah dengan niat mencari ridha Allah dan kalahkan semua godaan yang lain.

Kalau Anda sudah kawin dengan seorang perempuan, jadikanlah dia istrimu secara mudawwamah. Jagalah dia baik-baik. Kalau Anda punya anak jagalah anak itu baik-baik, kalau Anda lagi shalat shalatlah dengan mudawwamah. Teruslah dalam ibadah dan jangan terpengaruh oleh ajakan dari manapun untuk meninggalkannya.

Doa dan Wirid

Makanya amalan yang sedikit tapi berkesinambungan itu lebih baik daripada amalan yang banyak tapi terputus (tidak tetap). Setelah shalat tidak usah banyak bacaannya, tapi keseringan. Ada orang hari ini shalat subuh di masjid. Dia duduk di masjid berdzikir sampai jam sembilan pagi, tetapi keesokan harinya tidak datang lagi. Makanya setelah shalat jangan banyak-banyak berdoa, bosan biasanya. Berdoa sedikit cukup asal mudawwamah. “Astaqhfirullah al’adhiim, ya Allah ampunilah dosaku,” selesai.

“Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumiitu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir”, lalu kita memuji Allah. “Allaahumma laa mani’a lima a’thaita… ya Allah, apapun yang telah Engkau berikan tidak mungkin dapat ditolak. Kalau Engkau tentukan saya kaya, tidak ada yang bisa membuat saya miskin. Kalau Engkau telah menentukan saya miskin, tidak ada yang bisa membuat saya kaya. Wala mu’thiya lima mana’ta… tidak ada orang yang sanggup memberikan kalau suratan saya tidak ada. Wala radda lima qadhaita.,. apa yang telah Engkau qadha dan qadar ya Allah tidak ada yang bisa mencabutnya. Kalau Engkau katakan saya minum obat ini dan sembuh, saya pasti sembuh. Kalau tidak, apapun saya minum tidak akan sembuh.”

Kita harus istiqamah dalam berusaha dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Tugas manusia berusaha, berobat, bergerak menuju perbaikan, tetapi Allah yang menentukan hasilnya. Maka itu, berdo’alah hanya kepada Allah. Setelah itu, “Allahumma antassalam wamingkassalam wailaika ya’udussalam. Damai itu tidak datang dari yang lain kecuali dari-Mu ya Allah, dan perdamaian sendiri kembali kepada-Mu ya Allah. Fahaiyina rabbana … hidupkanlah kami ya Allah bissalam penuh perdamaian ya Allah, damai dengan istri, damai dengan anak, damai dengan tetangga, damai dengan masyarakat, damai dengan sesama masyarakat, damai dengan orang tua, damai dengan mertua, damai…damai…damai! Wa-adkhilna al-jannah masukkan kami setelah meninggal nanti darassalam, ke dalam surga yang penuh perdamaian.”

Setelah itu tadahkan tangan dan berdoa, “Ya Allah ampunilah dosaku, ampunilah dosa kedua orangtuaku yang telah sibuk mengurusku, menjagaku, menghormatiku, membesarkanku, mendidikku. Ya Allah, ampunilah dosa mareka. (Kalau yang sudah meninggal) lapangkanlah kuburnya, masukkan orangtua saya dalam surga ya Allah. (Kalau masih hidup) panjangkanlah umurnya, sehatkan badannya, berikan rezeki padanya rezeki yang halal, ya Allah. Jadikan orangtua saya hidup bahagia dengan adanya saya, ya Allah. Jangan saya menjadi sebab mereka mendapat malapetaka, ya Allah”. Berdoalah untuk kedua orangtua kita. Tidak ada yang lebih berharga di dunia ini kecuali kedua orangtua. Kalau mau tambah lagi silakan, “Ya Allah, berkatilah jualan ini ya Allah, berkatilah dagangan saya ini ya Allah, izinkan saya mencari rezeki ya Allah.”

Doa tidak harus dalam bahasa Arab. Anak muda-muda doanya pakai Bahasa Indonesia atau bahasa ibu saja. Kalau bahasa ibu Bahasa Betawi, silakan pakai. Mau pakai Bahasa Inggris, silakan. Doa yang paling bagus adalah doa dalam bahasa yang sehari-hari kita pakai. Buat apa berdoa dalam bahasa Arab kalau kita tidak mengerti apa yang kita minta. Doa kita pun tidak sampai ke hati. Tidak ada harap dalam hati kita. Bagaimana ada harap kalau apa yang kita sampaikan tidak kita mengerti.

Wattaqullah la’al lakum tuflihun… setelah konsisten dan istiqamah, dalam beribadah (termasuk doa-doa yang diamalkan dengan mudawwamah) wattaqullah… tingkatkan ketaqwaanmu kepada Allah. La’al lakum tuflihun, semoga kehidupanmu itu hidup yang menang di dunia dan selamat di akhirat. Artinya apa? Kalaupun tidak kaya, kita hidup bahagia di dunia.

Makanya kita tidak boleh bersedih karena belum ada uang, tidak boleh bersedih karena belum sampai keinginan di dunia. Percayalah bahwa barangsiapa yang dekat dengan Allah akan bahagia sendiri. Sebagai contoh, bagi orang yang dekat dengan Allah, naik sepeda rasanya mobil. Bagi orang yang tidak dekat dengan Allah, naik mobil rasanya penjara. Percayalah kepada saya bahwa yang saya sampaikan ini bukan dari saya. Saya tidak pernah mengada-ada. Ini adalah terjemahan dari ayat Al-Quran tersebut. Percaya kepada apa yang saya sampaikan berarti percaya kepada Al-Quran itu sendiri. Allah sudah menyatakan seperti itu, mau diapakan?

Kesimpulan

Teruslah berjuang dengan sabar ke luar dan sabar ke dalam. Bertahan, istiqamah dan mudawwamah dalam beramal shalih. Orang shalih tidak akan ditinggalkan Allah. Mereka tidak akan menderita, tetapi selalu dijaga oleh Allah SWT. Makanya saya bahagia melihat adik-adik yang muda senang datang ke pengajian atau membaca buku-buku agama. Saya berdoa untuk kalian, “Ya Allah, berikanlah kepada mareka kehidupan yang terhormat di dunia ya Allah, amin. Saya bahagia melihat kalian, saya meneteskan air mata melihat anak-anak muda di depan saya.

Anak yang shalih seperti kalian ini tak bisa dibeli dengan emas. Kalau orangtua kalian saat ini menyaksikan kalian di sini, bersimpuh di depan kami, duduk belajar agama, taat kepada Allah, orangtuamu akan mengatakan, “Allah Yang Maha Pengasih, saya siap Engkau panggil karena anak saya sudah baik-baik ya Allah. Ya Allah, jagalah anak saya ya Allah.” Didoakan kalian, bahagia orangtua. Kalau orangtua bahagia, doanya tidak ada hijab (tidak ada yang bisa menghalangi), menembuskan angkasa, menembus sidhratul muntaha. Doa orangtua yang ikhlas selalu makbul, diterima oleh Allah SWT. Amin. Adik-adik sekalian, tingkatkan ketakwaan kepada Allah semasih kalian masih muda. Yang tua-tua, pertahankan ketakwaan kita, jangan lepaskan. Ishbiru washabiru warabithu wattaqullah. (01)

Oleh

Dr. H. Rusli Hasbi, MA